Selasa, 30 Juli 2013
Optimalisasi
Kapasitas Menjadi Mahasiswa yang Berdaya guna
Oleh:
Vera Sardila
Berangkat dari sepenggal slogan “agen of change” membawa manusia ke segala perubahan. Istilah ini menjadi
pijakan dalam diri para mahasiswa. Mereka berlomba dan berusaha keras
menemukan, merumuskan konsep diri agar benar-benar dapat menghasilkan, dan menikmati perubahan hingga sampai kepada
tujuan akhir idealnya menjadi seorang mahasiswa. Dalam setiap situasi,
tampaknya sosok manusia kritis dan idealis ini terus menjalankkan eksistensi dan perannya dalam
rutinitas kehidupan kampus. Pembuktian keberaaan diri, mereka wujudkan lewat berbagai
aktivitas dengan tungangan kendaraan organisasi-organisasinya. Melalui wadah
kampus inilah para mahasiswa mendeskripsikan
dirinya secara ekspresif.
Menjadi mahasiswa merupakan
impian setiap pelajar lulusan sekolah menengah. Dulu sebagian masyarakat menganggap bahwa mahasiswa adalah orang hebat, memiliki pemikiran tinggi, idealis, mampu, dan punya wawasan luas, memiliki soft skill, berpikiran maju,baik dengan menjalankan fungsinyasecara akademik dan non akademik, bila dibandingkan dengan tamatan SMA yang dianggap sedikit yang pintar. Secara akademik, kemampuan terealisasi melalui proses perkuliahan yang begitu dipadati oleh materi-materi, sedangkan secara non akademik, mereka sangat eksist dalam berbagai organisasi yang dianalogikan sebagai kendaraan untuk menyampaikan aspirasi. Untuk mewujudkan semua ini, maka sejauh ini Perguruan tinggilah yang dikategorikan idaman dalam mewujudkan pendidikan maju karena dilengkapi dan difasilitasi baik secara akademik maupun non akademik.
impian setiap pelajar lulusan sekolah menengah. Dulu sebagian masyarakat menganggap bahwa mahasiswa adalah orang hebat, memiliki pemikiran tinggi, idealis, mampu, dan punya wawasan luas, memiliki soft skill, berpikiran maju,baik dengan menjalankan fungsinyasecara akademik dan non akademik, bila dibandingkan dengan tamatan SMA yang dianggap sedikit yang pintar. Secara akademik, kemampuan terealisasi melalui proses perkuliahan yang begitu dipadati oleh materi-materi, sedangkan secara non akademik, mereka sangat eksist dalam berbagai organisasi yang dianalogikan sebagai kendaraan untuk menyampaikan aspirasi. Untuk mewujudkan semua ini, maka sejauh ini Perguruan tinggilah yang dikategorikan idaman dalam mewujudkan pendidikan maju karena dilengkapi dan difasilitasi baik secara akademik maupun non akademik.
Pascatumbangnya
rezim orde sejak 21 Mei 1988 mengantarkan gerakan mahasiswa sampai pada puncak
keemasan. Kecendrungan perubahan terlihat pada pergeseran kurva aktivitas
mahasiwa sudah mulai meningkat. Agaknya slogan di atas, benar-benar memberi
angin segar kepada mahasiswa untuk melakukan perubahan dengan mengepakkan
kebebasan dan kemandiriannya secara individual. Sebut saja, kebebasan mulai
dari berpendapat, memanajemen rutinitas perkuliahan, hingga menyerukan
aksi-aksinya. Terkadang kebebasan dengan semangat tinggi tidak jarang
terefleksi dalam bentuk berlebihan. Ironisnya lagi, kebebasan mahasiswa dengan
semangat yang tinggi dijadikan tumpangan politikus praktis untuk melanjutkan kepentingannya.
Gejala ini hampir tidak terbaca dan tertangkap secara sadar oleh mahasiswa
dengan kemungkinan dapat saja dipengaruhi oleh kepentingan tertentu. Aksi demo dan anarkis mahasiswa di lingkungan
kampus nampaknya menjadi potret yang sudah tidak luar biasa lagi,
kritikan-kritikan pedas makanan
sehari-hari untuk diaspirasikan. Fenomena semacam ini sudah menggiring mereka
pada arah pencapaian idealisme yang tidak konkrit.
Tampaknya era globalisasi yang sejalan dengan arus
reformasi, dan di saat rezim orde baru
sudah ditinggalkan, kehidupan dunia perguruan tinggi sudah membawa
perubahan baru sekaligus angin segar bagi kaum mahasiwa. Jalaluddin Rahkmat memaknai perubahan ini
dengan perubahan sosial “one and only
effecience opposen in the world” artinya satu-satunya alat pengemban amanah
oposan yang paling efesien di dunia. Melalui mahasiswa yang memiliki idealis
tinggi, semangat realisasi yang nyata, kesiapan dan pengorbanan yang ikhlas
mencoba mewujudkan idealisme sehingga memposisikan mereka menjadi mahasiswa
sejati, namun, pernahkah terpikir oleh mahasiswa apa sebenarnya yang mereka
cari, apa pula sebetulnya yang membuat mereka itu sukses, apakah sekedar
mengumpulkan IPK, sekedar memenuhi
tingkat kehadiran (absensi) saja, atau menjaga prestise dan gengsi, ataukah sebagai alat penyampai pesan bahkan
penyambung lidah kalangan tertentu, bahkan hanya sekedar memahirkan kemampuan
orasi saja?.
Disisi lain,
kondisi yang memprihatinkan sekarang yang sangat disayangkan adalah mahasiswa
lemah dalam menjalankannya aktivitas perkuliahan. Efektifitas pembelajaran/
perkuliahan yang mencolok kurang dirasakan mereka. Hak mereka sebagai mahasiswa
tidak dijalankan dengan baik. Perkuliahan tidak jarang mereka maknai sebagai
sekedar pemenuhan tingkat kehadiran (absensi) saja. Selain itu, keberadaan di
kelas tidak lain sekedar yang sering dipameokan dengan istilah 4D (datang,
duduk, stengan dengar, diam). Sedikit
yang berusaha menggunakan penyertaan ilmu dosen dalam proses perkuliahan dengan
kisi – kisi ilmiah, meskipun secara rutinitas perkuliahan berjalan dengan
lancar, penguasaan dan pemahman secara kognitif terhadap materi tergantung
kepada individu, serta evaluasi terus dilakukan secara berkelanjutan.
Kecendrungan sikap-sikap dan gerakan serta aksi
mahasiswa yang sudah disorientasi ini
tidak jelas arah dan tujuannya. Gerakan-gerakan yang diaksikan sudah banyak
yang bersifat massif politis. Sehingga secara tidak sadar mereka telah
melabeling sendiri keberadaannya ditengah masyarakat. Idealnya seorang
mahasiswa di mana harus mampu mensejajarkan antara aktivitas akademik dengan
non akademik sudah tidak berjalan dengan semestinya. Serpihan-serpihan aksi
membawa keprihatinan bagi kita akan nilai-nilai ideal kemahasiswaan.
Demikianlah sebagian serpihan potret mahasiswa
sekarang ini. Pemandangan ini membuka
mata untuk kembali memaknai slogan di atas, dan sekaligus mengelitik rasa
tanggung jawab, agar kedepannya mahasiswa memiliki kesempatan luas dalam
mengembangkan diri untuk berdaya guna. Daripada
memperbanyak serpihan, alangkah lebih baik kita (mahasiswa) mencelupkan diri
pada dimensi yang mengarah pada pengembangan diri dan pengendalian emosional
agar menjadi insan yang lebih berdayaguna. Gerakan mahasiswa sebagai sebuah
refleksivitas kritis dari jiwa tidak hanya ditunjukkkan dengan mengabaikan
waktu dan menyibukkan diri pada aksi-aksi, dan
penentangan-penentangan kebijakan kampus semata, serta tidak pula hanya sekedar tongkat
estafet dari para elit politik saja, akan tetapi lebih baik pada peningkatan
kualitas diri dengan mengisi waktu pada perluasan wawasan, ilmu serta
pendewasaan diri hingga pencapaian tujuan utama mahasiswa benar-benar sebagai
mahasiswa yang berdaya guna yang siap pada kondisi dan tantangan zaman.
Mahasiswa yang berkualitas semestinya mampu
memfomulasikan segala kapasitas yang
sudah dianugrahkan Tuhan. Sebagaimana kita ketahui bahwa Tuhan memberikan
segala kapasitas kepada manusia sebagai modal mengaktulisasikan keberadaannya
di bumi. Hal ini seiring dengan tujuan Tuhan menciptakan manusia untuk mengabdi
kepada-Nya melalui pemanfaatan kapasitas-kapasitas tersebut.
Berbicara
tentang kapasitas, secara kodrat dan lahiriahnya, manusia memiliki sejumlah
kapasitas yang dikenal dengan kemampuan atau potensi. Howard Garnerd dalam
Samsudin (2007:3), mengenalkan teori multiple
intelligence, mengatakan manusia pada dasarnya sudah memiliki kecerdasan
majemuk, yakni; visual /spatial
intelligence; verval linguistic intelligence; logical/ mathematical
intelligence; interpersonal intelllegence; intrapersonal intelligence;
kinesthetic intelligence; musical intelligence. Prinsip-prinsip dalam
memanajemen kecerdasan tersebut tergantung pada individu manusia sendiri.
Temuan hasil pengamatan lapangan menjelaskan bahwa tidak banyak orang menyadari
akan kecerdasan majemuk ini, sehingga sulit mengembangan diri.
Mukti Ali, mantan Menteri Agama di era kemerdekaan,
pernah menyebutkan untuk menjadi manusia yang berdaya guna dan lebih berkualitas, maka perlu
mengoptimalisasikan kapasitas yang ada dengan memulainya pada 4H, yakni ;
1. Head
Head yang
diartikan kepala. Dalam hal ini, kepala berisi bongkahan daging lembut yang
disebut otak dan merupakan aktivitas kemampuan berpikir yang didorong oleh
kerja otak secara kognitif. Otak adalah bagian penting dari tubuh kita, karena setap gerak tubuh terpusat pada otak. Sedemikian pentingnya fungsi otak,
sehingga banyak fakta penelitian ditemukan, salah satunya adalah jika manusia
menggunakan 100% dari kapasitas otaknya, maka manusia itu akan menjadi lebih
pintar atau bahkan professor. Masalahnya adalah bahwa manusia tidak sadar ,
tidak tahu akan kemampuan otak kita yang sebenarnya, dan mungkin jarang
melatihnya secara teratur. Melalui kepala yang berisi akal dan pikiran
menjadikan manusia sebagai makhluk teristimewa bahkan sekaligus menjadi pembeda
yang berarti dari makhluk lainnya. Sebuah pernyataan klasik sering dilontarkan
adalah “Apakah semua manusia mampu menggunakan kepala yang dipenuhi akal dan
pikiran dengan semestinya?”
Kemampuan
kognitif yang dikenal dengan pengembangan daya pikir diperlukan guna mengembangkan
pengetahuan tentang sesuatu yang diamati, dilihat, didengar, dirasa, dan diraba
melalui pancaindra. Sujiono (2006: 1.3) menegaskan, proses kognitif berhubungan
erat dengan kecerdasan berpikir (intelligence
logical). Oleh Colvin diartikan dengan kemampuan untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan ditambah dengan pengetahuan. Bukankah Allah telah mengatakan
dalam QS; Al-Mujadilah; 11 “ Allah akan
meninggikan orang yang beriman di antara kamudan orang-orang yang diberi ilmu
ngetahuan beberapa derajat….”.
Jika
ingin mengajak otak kita “belajar”, maka
dapat dilakukan dengan mengajak kedua
sisi otak ( kiri dan kanan) ini untuk
bekerja sama secara koheren dan holistic dalam menambah pengetahuan,
Bagaimanapun, dualisme otak tersebut akan merefleksikan keinginan manusia,
meskipun kemampuan seseorang tergantung bagaimana mengaktifkannya secara
optimal.
Di
samping itu, pengetahuan dan kematangan berpikir juga akan membuat manusia
mampu mencari jalan pemecahan masalah ( problem
solving). Tujuan mencari ilmu pada prinsipnya untuk meningkatkan amal
ibadah dalam rangka mencari ridha-Nya, sekaligus untuk meningkatkan kualitas
amal saleh bagi kepentingan hidup kemanusia.
Ilmu
pengetahuan, menurut Al-Quran, dapat diperoleh melaui berbagai cara. Di
antaranya melalui indra, seperti sama’
(pendengaran) yang bersifata verbal, basar
(penglihatan) yang menghasilkan perluasan wawasan dan ilmu yang bersifat observasional-
eksperimental. Pemahaman terhadap makna kecerdasan berpikir inilah, perlu
disikapi mahasiswa, bahwa untuk menjadi seorang mahasiswa yang berkualitas dan
berdaya, perlu mengasah otak. Dengan
pengetahuan Allah akan memuliakan manusia, dan dengan pengetahuan pula,
proses perluasan wawasan dan kepekaan akan membentuk kematangan berpikir
manusia.
2.
Harth
Secara
ilmiah, Harth adalah sebongkah daging
merah tua yang dinamakan hati. Dalam hal ini bukan dimakna sebagai zat kimia yang
bertugas sebagai pengatur metabolisme proses pengubahan suatu zat menjadi zat
lain, mendaurulang sel-sel darah merah yang
telah aus, namun secara kias dimaknai dengan perasaan.
Menurut
teori psikoanalisa, perasaan akan melahirkan sikap kepedulian, kesadaran dan
kepekaan dan kepribadian manusia terhadap gejala-gejala disekitar. Selanjutnya, kepribadian manusia terdiri atas tiga pilar; id, ego, dan super ego. Ketiga pilar ini menurut Freud dalam Yusuf (2003: 135)
menentukan perilaku manusia dalam berinteraksi. Artinya, ketiga pilar ini
merefleksikan segala bentuk sikap manusia dalam bertindak. Dengan demikian akan
mewujudkan karakter manusia itu sendiri, melalui hati yang bersih manusia
bersikap sesuai dengan tanggung jawab, dengan hati yang bersih pula manusia
menjadi lebih bermakna memahami segala hal dengan benteng keikhlasan, demikian
juga sebaliknya.
3.
Hand
Hand
yang dimaksudkan dalam hal ini adalah kemampuan dalam mengkreativitaskan salah
satu organ tubuh manusia yang disebut tangan. Istilah kata ini tidak hanya saja
diartikan tangan secara anatomi, akan tetapi lebih mempertanyakan terhadap sesuatu yang sudah diperbuat oleh tangan
sendiri.
Allah
memberikan kedua tangan kepada manusia agar mampu berusaha dan berbuat dengan
tanganya. Dengan tangan-tangan kreatif, manusia lebih banyak berkarya, dan merasa
hal-hal yang dihasilkan bermanfaat buat diri sendiri ataupun orang lain. Jangan
mengotori tangan dengan hal-hal yang tidak menghasilkan, upayakan dalam
meminimalisasikan pengunaan kedua tangan ini akan aktivitas dan aksi-aksi yang
kurang bemanfaat, apalagi merugikan Lakukan kegiatan dengan tangan yang menghasilkan
kreativitas, serta apresiasi positif di berbagai
bidang, seperti; seni; olah raga; ilmu pengetahuan dan sebagainya.
.
4.
Healty
Orang bijak mengatakan “ Jagalah kesehatan,
karena sebagaian dari iman”. Kesahatan amatlah penting nilainya. Menjaga
kesehatan bagi umat Islam, baik secara jasmani dan rohani bagi umat Islam
adalah sangat penting dan diimbangi
dengan olah raga dan olah rasa yang sesuai dengan tingkat kemampuan serta
faktor kekuatan. Menjaga kesehatan dengan memiliki badan sehat tentunya segala
aktivitas dapat berjalan secara normal, tidak terkecuali dengan aktivitas
beribadah. Islam sebagai agama yang juga
menghargai arti penting kesehatan menjelaskan dalam beberapa dalil, seperti
dalam Al-Quran dan sunah, misalnya surat
Al- Baqara ayat 184yang berbunyi “ …………………………….
Kesadaran
akan kebersihan dan kesehatan tidak hanya berhubungan dengan pengetahuan kognitif,
tetapi bertumpu kepada pengetahuan empirik dan kepekaan yang dibangun sejak
kecil. Bukankah di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Artinya dengan menjaga kesehatan
tubuh, tentunya segala aktivitas dapat dilakukan dengan baik, dan juga dengan pikiran yang stabil. Pembiasaan hidup sehat
dan bersih akan menghasilkan kinerja yang sangat berarti, namun yang terpenting
dalam hal ini adalah menjaga kesehatan fisik dan kesehatan jiwa. Beberapa kurun waktu ini, banyak sekali orang
mudah menjadi korban depresi, hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
fisik dan jiwa.
Membangun mahasiswa
sukses menjadi berkualitas dilakukan dengan mengoptimalkan kapasitas secara
totalitas antara jiwa dan raga. Secara sederhana, kualitas mereka dapat dilihat
dari semangat dan tangungjawab. Dengan demikian, mereka dapat mengekspresikan
diri dengan segala kebebasannya, tidak
hanya saja menjalankan kebebasan berkarya, kebebasan berpolitik, akan tetapi
mampu menentukan arah tujuan serta menyertai perkuliahan dengan penuh tanggung
jawab melalui pengotimalisasian hal-hal tersebut di atas. Dengan demikian,
secara sadar, sudah membangun kehidupan dunia kampus lebih madani dan
melahirkan mahasiswa yang tangguh dan andal yang bersifar reformasisme.
Pengumuman
BELUM ADA INFOMASI