Kamis, 01 Agustus 2013
PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM DALAM
PERSPEKTIF DAKWAH
Aslati, M. Ag[1]
Abstrak
Masyarakat dalam kehidupan selalu mengalami perubahan-perubahan baik
perubahan yang alami maupun yang dirancang oleh masyarakat itu sendiri.
Perubahan itu tidak selalu lebih baik bahkan sering terjadi sebaliknya. Manusia
akan mengalami krisis identitas dirinya sebagai makhluk yang mulia disisi Allah
maupun bagi sesamanya. Karena itu dakwah juga mengalami perubahan-perubahan
sesuai dengan tranformasi sosial yang berkembang seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dakwah dalam bentuk pengembangan masyarakat yaitu
proses dari serangkaian kegiatan yang mengarah pada peningkatan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat serta kebahagiaan masyarakat serta upaya meningkatkan kesadaran
dari prilaku tidak baik untuk berprilaku yang lebih baik. Idealnya
pengembangan dakwah yang efektif harus mengacu pada masyarakat untuk
meningkatkan kwalitas keislamannya, sekaligus juga kwalitas
hidupnya.
A.
Pendahuluan
Pengembangan masyarakat
Islam menurut Sidi Gazalba yakni sebagai sekelompok manusia dimana mereka hidup
dalamm jaringan kebudayaan Islam yang diamalkan oleh kelompok itu sebagai
kebudayaannya. Nanih Machendrawati dan Agus Ahmad Safe’i mengadopsi definisi
dari sosiolog Gillin
& Gillin mengatakan bahwa masyarakat
Islam adalah kelompok manusian yang mempunyai tradisi, sikap dan perasaan
persatuan yang diikat oleh kesamaan agama yakni agama Islam.
Dakwah difahami umat Islam baik dari aspek
pengertian maupun implementasinya, banyak dari mereka menganggap dakwah
berperan strategis serta menentukan dalam kerangka pembinaan mental dan
spritual. Sebab Islam merupakan agama dakwah, dimana didalamnya terkandung
pengertian usaha menyebarluaskan kebenaran dan mengajakorang-orang agar yakin
akan kebenaran Islam. Jelas dakwah merupakan upaya penyempaian ajaran Islam.
Keindahan dan kesesuaian Islam dengan perkembangan zaman, baik dalam sejarah
maupun prakteknya sangat ditentukan pada kegiatan dakwah yang dilakukan oleh
sekelompok umat yang terpanggil untuk menyampaikan kewajiban itu.
B.
Pengembangan Masyarakat Islam dan Dakwah
Pengembangan masyarakat (community development) merupakan wawasan
dasar bersistem tentang asumsi perubahan sosial terancang yang tepat dalam
kurung waktu tertentu. Sedangkan teori dasar pengembangan masyarakat yang
menonjol pada saat ini adalah teori ekologi dan teori Sumber daya manusia.
Teori ekologik mengemukakan tentang “batas pertumbuhan”. Untuk sumber-sumber
yang tidak dapat diperbaruhi perlu dikendalikan pertumbuhannya. Teori ekologik
menyarankan kebijaksanaan pertumbuhan diarahkan sedemikian rupa
sehingga dapat membekukan proses pertumbuhan (zero growth) untuk
produksi dan penduduk.
Sering dikatakan bahwa pengembangan masyarakat Islam
adalah wujud dari dakwah bil Hal. Tokoh Amrullah Ahmad[2] ,
Nanih Machendrawati, dan Agus Ahmad mendefinisikan bahwa pengembangan
masyarakat Isam adalah suatu sistem tindakan nyata yang menawarkan alternatif
model pemecahan masalah ummah dalam bidang sosial, ekonomi, dan lingkung-an
dalam perspektif Islam. Menstransformasikan dan melembagakan semua segi ajaran
Islam dalam kehidupan keluarga (usrah) kelompok sosial (jamaah), dan masyarakat
(ummah). Model empiris pengembangan perilaku individual dan kolektif dalam
dimensi amal sholeh (karya terbaik), dengan titik tekan pada pemecahan masalah
yang dihadapi oleh masyarakat.
Masyarakat adalah kumpulan sekian banyak individu
kecil atau besar yang terikat oleh satuan, adat, ritus atau hukum khas, dan
hidup bersama.[3]
Manusia adalah makhluk sosial, Q.S. al-Hujurat ayat 13 secara tegas Allah
menyatakan bahwa manusia diciptakan terdiri dari laki-laki dan perempuan,
bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar mereka saling mengenal. Dengan demikian
dapat dipahami bahwa menurut al-Qur’an manusia secara fitri adalah makhluk
sosial dan hidup bermasyarakat adalah merupakan suatu keniscayaan bagi mereka.
Gerakan sosial adalah tindakan kolektif yang terorganisir secara longgar untuk
menghasilkan perubahan dalam masyarakat .[4]
Giddens dalam J. Dwi Narwoko,[5] mengatakan
kita hidup di era perubahan sosial yang mengagumkan, yang ditandai dengan
transformasi yang sangat berbeda dari yang pernah terjadi sebelumnya. Yang
demikian itu berarti bahwa realitas sosial adalah sebuah perubahan. Perubahan
yang terjadi dalam sebuah komunitas masyarakat adalah perubahan yang bersifat
positif dan negatif. Selanjutnya Ginsberg, mengatakan bahwa perubahan sosial
sebagai suatu perubahan penting dalam struktur sosial, termasuk di dalamnya
perubahan norma, nilai dan fenomena kultural. Suatu hal yang perlu diperhatikan
adalah kenyataan adalah bahwa setiap masyarakat selalu mengalami
perubahan-perubahan termasuk pada masyarakat primitif dan masyarakat kuno
sekalipun.
Islam sebagai ajaran ilahi yang sempurna dan
paripurna memuat berbagai aspek yang terkait dengan hidup dan kehidupan
manusia, termasuk di dalamnya aspek perubahan. Konsep mengenai perubahan
masyarakat termuat dalam kitab suci umat Islam yaitu al-Qur’an misalnya Q.S.
Yusuf ayat 11, “sesungguhnya Allah tidak akan merubah apa yang terdapat pada
keadaan suatu kaum atau masyarakat, sehingga mereka mengubah apa yang terdapat
dalam diri (sikap mental) mereka.
Dakwah adalah upaya untuk mengubah situasi
kepada yang lebih baik dan sempurna baik terhadap individu maupun masyarakat.
Pada hakikatnya dakwah Islam merupakan aktualisasi imani yang dimanifestasikan
dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman, dalam bidang kemasyarakatan yag
dilaksanakan secara teratur, untuk mempengaruhi cara merasa, berpikir, bersikap
dan bertindak manusia pada dataran kenyataan individual serta sosial-kultural
dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan
manusia, dengan menggunakan cara tertentu.[6]
Sistem dakwah memiliki fungsi mengubah lingkungan
secara lebih terinci yang memiliki fungsi: meletakkan dasar eksistensi
masyarakat Islam, menanamkan nilai-nilai keadilan, samaan, persatuan,
perdamaian, kebaikan dan keindahan sebagai inti penggerak perkembangan
masyarakat; membebaskan individu dan masyarakat dari sistem kehidupan zhalim
(tirani, totaliter) menuju sistem yang adil, menyampaikan kritik sosial atas
penyimpangan yang berlaku dalam masyarakat dalam rangka mengemban tugas nahi
munkar, dan memberi alternative konsepsi atas kemacetan sistem, dalam rangka
melaksanakan amar ma’ruf; meletakkan sistem sebagai inti penggerak jalannya
sejarah.
Dakwah
dalam bentuk pengembangan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat adalah proses
dari serangkaian kegiatan yang mengarah pada peningkatan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini dakwah setidaknya ditempuh karena
paling mendasar dan mendesak, dakwah dalam bentuk aksi-aksi nyata.
Pada
hakekatnya dakwah adalah usaha atau upaya untuk merubah suatu keadaan tertentu
menjadi keadaan lain yang lebih baik menurut tolak ukur agama Islam. Perubahan
yang dimaksud terjadi dengan menumbuhkan kesadaran dan kekuatan pada diri objek
dakwah. Dari sisi lain perubahan berarti juga upaya menjadikan objek dakwah
mengetahui, mengamati dan mengamalkan Islam sebagai pandangan dan jalan hidup.
Dengan demikian dakwah juga merupakan proses untuk pendidikan masyarakat
komunikasi, perubahan sosal atau pembangunan itu sendiri. Dengan demikian
aktivitas dakwah Islam bukan hanya sekedar suatu dialog lisan melainkan dengan
perbuatan atau karya yaitu dakwah bil Hal.[7]
Dalam
mencapai keberhasilan aktivitas dakwah Islam, banyak metode dakwah yang dapat
dipilih dan digunakan salah satunya adalah metode yang diberikan oleh
Rasulullah SAW yaitu percontohan secara langsung yang dikenal dengan Uwatun
Hasanah. Efektif atau tidaknya suatu metode dakwah sangat bergantung beberapa
hal yang melingkupinya baik prinsip-prinsip penggunaan, metode atau juga
faktorfaktor yang mempengaruhi pemikiran dan penggunaan metode tersebut. Dalam
merealisir ajaran Islam disemua segi kehidupan manusia. Konsepsi dakwah bukan
hanya identik dengan tabligh tetapi meliputi semua segi kehidupan serta tabligh
hanya merupakan bagian dari dakwah Islam.[8]
Jadi suatu kegiatan dapat dikatakan dakwah
apabila mencangkup sistem usaha bersama orang beriman dalam rangka mewujudkan
ajaran Islam dalam segi kehidupan sosial kultural. Dalam memandang dakwah
menunjukkan dua hal; pertama, adanya organisasi (sistem) dakwah untuk menunaikan fardhu
kifayah dan Kedua, pelaksanaan dakwah perorangan dalam
hubungannya dengan kriteria di atas maka yang pertama dapat disebut dakwah dan
kedua dapat disebut tabligh. Terbentuknya lembaga dakwah berangkat dari kesadaran
individual untuk melaksanakan tabligh yang berkembang menjadi kesadaran
kolektif untuk melaksanakan dakwah dalam suatu system tertentu dalam lembaga
dakwah.[9]
Allah
telah memberikan petunjuk bahwa dalam melaksanakan tugas wajib dakwah Islamiyah
fisabillillah haruslah dengan suatu organisasi khusus, harus ada lembaga
tersendiri seperti yang tercakup dalam surat Ali Imran ayat 102-105. Dalam ayat
tersebut di atas mewajibkan agar umat Islam
mendirikan jama’ah khusus, satu organisasi
yang bertugas diladang dakwah dan organisasi itu haruslah di atas dua asas
pokok. Keimanan dan persaudaraan sehingga jama’ah muslim akan sanggup menunaikan
tugas beratnya dalam kehidupan manusia dan dalam sejarah manusia, tugas
menyuruh mengerjakan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar menegakkan kehidupan
di atas dasar ma’ruf dan membersihkan dari kotoran munkar, serta diperingatkan
jangan bercerai berai dan bersengketa supaya tetap kuat.
Oleh
karena itu untuk mendukung dakwah Islamiyah perlu adanya satu lembaga khusus
yang bertugas dalam bidang dakwah Islamiyah berdasarkan asas keimanan dan
persaudaraan tanpa adanya organisasi dan lembaga dakwah, dakwah Islamiyah tidak
dapat berjalan dengan baik bahkan kemungkinan besar akan berhenti sama sekali.
C.
Konsep Dakwah Pengembangan Masyarakat Islam
Pengembangan
masyarakat Islam secara konseptual dapat diartikan sebagai sistem tindakan
nyata yang ditawarkan alternatif model pemecahan masalah ummah dalam bidang
sosial ekonomi dan lingkungan dalam perspektif Islam. Secara teknik istilah
pengembangan dapat disamakan atau setidaknya diserupakan dengan istilah
pemberdayaan, bahkan dua istilah ini dalam batas-batas tertentu bersifat interchangeable
atau dapat dipertukarkan. Berarti pengembangan prilaku individu dan kolektif
dengan titik tekan pada pemecahan maslah yang dihadapi oleh masyarakat. Sasaran
individual muslim dengan orientasi pada sumber daya manusia. Dan sasaran
komunal adalah kelompok atau komunitas muslim dengan orientasi pada pengembanan
sistem masyarakat.
Mengacu pada
konsep itu, jelas berarti pengembangan masyarakat Islam merupakan model empiris
dan aksi sosial dalam bentuk pemberdayaan masyarakat yang dititikberatkan
kepada model pemecahan masalah umat sebagai upaya membangkitkan potensi dasar
umat Islam, baik dalam bidang kehidupan sosial, ekonomi ataupun lingkungan
sesuai dengan konsep dan ajaran Islam. Memang secara mendasar dapat
dikemukakan. Model pengembangan masyarakat Islam menunjuk kepada pemberdayaan
tiga potensi dasar manusia, yakni potensi fisik, potensi akal dan potensi
qalbu. Dan secara lebih konkrit , Nanich menyatakan terdapat tiga konteks
pemberdayaan dalam konteks pengembangan masyarakat Islam, yaitu pemberdayaan
dalam tatanan rohaniyah, intelektual dan ekonomi.
Jika dikaji dari
perspektif ilmu dakwah, pengembangan masyarakat Islam dapat diposisikan sebagai
bagian dari dakwah Islam, yang secara konseptual dapat dibedakan dakwah bi-lisan
dan dakwah bil-hal, yang secara prinsipil tidak ada perbedaan. Bentuk
yang pertama lebih menekankan kepada pendekatan lisan, dan yang kedua lebih
menekankan pada perbuatan. Dakwah bil-hal yang telah diterima oleh
masyarakat pada dasarnya merupakan keseluruhan upaya pengembangan
masyarakat dalam rangka mewujudkan
tatanan sosial ekonomi dan kebudayaan menurut ajaran Islam.
Sejalan dengan
itu, sasaran dakwah bil-hal adalah masyarakat dalam arti keseluruhan
serta permaslahan yang bersifat sistematik dalam struktur sosial yang islami.
Berdasar itu jelas penyelenggaran dakwah bi- hal membutuhkan dukungan
metodologi dan kelembagaan yang sesuai dan signifikan. Dari aspek metodologi dalam
dakwah bil hal yang dipandang tepat adalah metode pengembangan masyarakat dari dalam
yang merupakan cara bagaimana berusaha mengembangkan prakarsa, peran serta dan
swadaya masyarakat dalam memenuhi keperluan dan kepentingannya. Sedangkan
strategi yang dipilih hendaknya berorientasi pada ketentuan-ketentuan
sebagaimana berikut[10]
ini :
1.
Dimulai dengan mencari kebutuhan masyarakat, dalam hal
ini bukan saja kebutuhan yang secra objektif memang memerlukan pemenuhan tetapi
juga kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat setempat perlu mendapatkan
perhatian.
2.
Bersifat terpadu, dengan pengertian bahwa berbagai aspek
kebutuhan masyarakat diatas dapat terjangkau oleh program, dapat melibatkan
berbagai unsur yang ada pada masyarakat.
3.
Pendekatan partisipasi dari bawah, dimaksudkan gagasan
yang ditawarkan mendapatkan kesepakatan masyarakat dalam perencanaan dan
keterlibatan mereka dalam pelaksanaan program.
4.
Melalui proses sistematika pemecahan masalah, artinya
program yang dilaksanakan oleh masyarakat hendaknya diproses menurut urutan
atau langkah-langkah pemecahan masalah, sehingga dengan demikian masyarakat di
didik untuk bekerja secara berencana, efisien dan mempunyai tujuan yang jelas.
5.
Menggunakan teknologi yang sesuai dan tepat guna, dengan
maksud bahwa masukan teknologi dalam pengertian perangkat lunak maupun
perangkat keras yang ditawarkan harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat,
terjangkau oleh pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki masyarakat dan
sekaligus dapat mengembangkan pengetahuan dann keterampilan serta dapat
meningkatkan produktifitas dan tidak mengakibatkan pengangguran.
6.
Program dilaksanakan melalui tenaga lapangan yang
bertindak sebgai motivator. Fungsi tenaga lapangan ini dilakukan oleh para Da’i
atau dari luar khususnya tenaga dari organisasi/lembaga masyarakat yang
berpartisipasi.
7.
Azas swadaya dan kerjasama masyarakat. Jelas hal itu
dimaksudkan pelaksanaan program harus berangkat dari kemampuan diri dan
merupakan kerjasama dari potensi-potensi yang ada.
Sesuai dengan
metode dakwah di atas, tentunya dibutuhkan strategi dalam usaha dakwah bil-hal
dimana perlu dilaksanakan program-program pengembangan. Secara garis besar
program yang dilaksanakan dapat dibagi menjadi dua sebagai berikut ;
1.
Program pendidikan
yang dimaksud untuk meningkatkan tenaga motivator baik dari unsur Da’i maupun
dari organisasi masyarakat yang diikutsertakan agar lebih terampil dalam
menunaikan tugas-tugas pengembangan masyarakat.
2.
Program
pengembangan masyarakat, yang pelaksanaannya dilakukan oleh tenaga motivator
yang telah dilatih diatas.
Melihat adanya jurang antara kenyataan
yang menimpa umat Islam, disatu sisi dengan ideal ajaran normatif Islam, di
sisi lain, melahirkan sejumlah keprihatinan yang pada gilirannya kelak
melahirkan model-model pengembangan dari kegiatan pokok berupa trasformasi dan
pelembagaan ajaran Islam ke dalam realitas Islam yang rinciannya sebagai
berikut :
1.
Penyampain
konsepsi Islam mengenai kehidupan sosial, ekonomi dan pemeliharaan lingkungan.
2.
Penggolongan
ukhuwah islamiyah lembaga umat dan kemasyarakatan pada umumnya dalam rangka
mengembangkan komunitas dan kelembagaan Islam.
3.
Menjalin dan
mewujudkan berbagai berbagai kerjasama dalamm bentuk Memorandum of
Understanding dengan berbagai kekuatan masyarakat.
4.
Riset potensi
lokal dakwah, pengembangan potensi lokal dan pengembangan kelompok swadaya
masyarakat.
5.
Katalisasi aspirasi
dan kebutuhan umat.
6.
Konsultasi dan
dampingan teknis kelembagaan.
7.
Mendampingi
penyususnan rencana dan aksi sosial pelaksanaan rencana dalam rangka
pengembangan komunitas dan institusi Islam
8.
Memandu pemecahan
maslaha sosial, konomi dan lingkungan umat.
9.
Melaksanakan
stabilisasi kelembagaan dan menyiapkan masyarakat untuk membangunn secara
mandiri dan berkelanjutan.
Dalam era global
yang kemudian menciptakan masyarakat terbuka, terjadi perubahan-perubahan yang
sangat besar dan mendasar dalam setidaknya tiga, wacana kehidupan yakni wacana
ekonomi, politik dan budaya. Dalam perspektif pengembangan ekonomi yang
merupakan sebagai bagian penting pengembangan masyarakat Islam. Secara lebih
luas dapat terlihat adanya perdagangan bebas dan kerjasama regional dan
internasional. Perubahan strukturt ekonomi tersebut tentu akan mengubah tata
kehidupan dan tata ekonomi suatu masyarakat.
Sementara jika
dilihat dalam kontek politik, maka tampak bahwa proses globalisasi merupakan
suatu proses demokratisasi. Adapun dalam arena budaya, telah terjadi gelombang
besar dengan apa yang dinamakan sebagai budaya global, lebih mendalam, jelas
diperlukan manusia unggul yang mempunyai klasifikasi untuk bersaing dengan
sumber daya dari luar. Terutama dapat dilihat pada pekerja-pekerja yang
cenderung mengandalkan otot dengan sedikit kemampuan otak, dan ada juga
tenaga-tenaga terampil yang cenderung lebih banyak menggunakan keterampilan
kognisinya.
Pengembangan
masyarakat Islam mengalami tahapan dan proses sesuai dengan dinamika masyarakat.
Kalau merujuk kepada apa yang dicontohkan Rasulullah ketika membangun
masyarakat, setidaknya harus ditempuh tiga tahap atau proses pengembangan
masyarakat, yakni takwin, tanzim dan taudi.
Takwin adalah tahap
pembentukan masyarakat Islam. Kegiatan pokok tahap ini adalah dakwah bil-lisan
sebagai ikhtiar sosialisasi akidah, ukhuwah dan ta’awun. Semua
aspek tadi, ditata menjadi instrumen sosiologis dimulai dari unit terkecil dan
terdekat sampai kepada perwujudan-perwujudan kesepakatan. Sasaran tahap pertama
adalah terjadinya internalisasi Islam dalam kepribadian masyarakat, kemudian
mengekspresikannya dalam ghirah dan sikap membela keinginan dari tekanan
struktur para penindas. Pada tahap ini, Rasulullah hakikatnya sedang
melaksanakan dakwah untuk pembebasan akidah masyarakat dari sistem akidah yang
menjadikan keinginan subjektif manusia yang dipersonifikasikan dalam bentuk
berhala, mungkin sekarang bentuknya adalah gemerlapnya barang-barang di
etalase-etalase toko menuju sistem alamiah (asli) yang hanya mengikatkan diri
dengan meng-esakan Allah secara murni.
D.
Penutup
Masyarakat dalam kehidupan selalu mengalami perubahan dan perubahan itu
tidak selalu lebih baik bahkan terjadi sebaliknya. Manusia akan mengalami
krisis identitas dirinya sebagai makhluk yang mulia disisi Allah, karena itu
dakwah juga mengalami perubahan sesuai dengan transformasi sosial yang
berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam era
teknologi saat ini sudah selayaknya masyarakat Islam menunjukkan eksistensinya
dimata dunia. Perkembangan masyarakat Islam dituntut dalam segala bidang dan
tetap berpegang teguh pada cita-cita dan perjuangan Rasulullah dalam dakwah
Islam. Untuk membuktikan perkembangan masyarakat Islam tersebut bukan saja
dengan jalan dakwah bil-lisan tetapi lebih ditunjukkan dengan dakwah bil-hal.
Wallahu a’lam
Daftar Pustaka
Agus Efendi, Islam Kontekstual,
Bandung: Itqan, 1993
Al-Qardawy, Yusuf, 1997, Sistem
Masyarakat Berdasarkan Al-qur’an dan Sunnah,Solo, Citra Islam Press
Ahmad Safei, 2001. Pengembangan
Masyarakat Islam “ ROSDA, Bandung
Ali Aziz, Moh, dkk, 2005,Dakwah
Pemberdayaan Masyarakat, Yogjakarta: Pustaka Pesantren.
Anthony Giddens, Problematika Utama
dan Teori Sosial, aksi, struktur dan kontradiksi Dalam Analisis Sosial,
Jogjakarta, Pustaka Pelajar, 2009
Mircea Elliade (editor in chiep),
The Encyclopedia of Religion,vol.7 New York:McMillan, 1978
Muslim, Aziz,
2009, Metodologi Pengembangan Masyarakat, Yogyakarta: sukses
Machendrawaty, Nanih dan Agus Ahmad
Safei, Pengembangan Masyarakat Islam; Dari Ideologi, Strategi Sampai
Tradisi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Madjid, Nurcholis,1997, Masyarakat
Religius; Membumikan Nilai nilai Islam Dalam Kehidupan Masyarakat, Jakarta:
Pramadina
Muhammad
Amin, Konsep Masyarakat Islam Upaya Mencari
Identitas Dalam Era Modernisasi, Jakarta, Fikahati Aneska, 1992
Harahap, Syahrin, 1999, Islam Konsep
dan Inplementasi Pemberdayaan,Tiara Wacana,Yogjakarta
Hariyono,
Tti,2004, Jurnal Pengembangan Masyarakat,edisi No. IV, Yogyakarta
Rukminto, Isbandi Adi, 2001, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan
Intervensi Komunitas,; Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis,
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI
Robert, Robert W, Robert H, Nee. 1970. Theories
of Sosial Casework. Chikago University Press
Yusuf Qardhowi. 1999. Anatomi
Masyarakat Islam. Jakarta: Pustaka Al-kausar,tt
[1] Aslati, adalah Dosen dan Sekretaris Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Suska Riau,
[3]
Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, Cet. I, Bandung: Mizan, 1996, hlm.
319
[4] Piot Sztompka, Sosiologi
Perubahan Sosial, Cet. I. Jakarta: Prenada, 2004, hlm. 325
[5] J. Dwi
Narwoko-Bagong Suyanto, Sosiologi Teks, Pengantar dan Terapan, Cet. I,
Jakarta: Prenada Media, 2004, hlm. 342
[6] Amrullah Achmad, Dakwah
Islam dan Perubahan Sosial, Yogyakarta: Prima Data, 1983
[9] Marullah Ahmad, Op.Cit, hlm. 47
[10] Muhammad Amin, Konsep Masyarakat Islam Upaya Mencari
Identitas Dalam Era Modernisasi, Jakarta, Fikahati Aneska, 1992, hlm .23