Kamis, 01 Agustus 2013
STRATEGI
DAKWAH IKMI DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT RIAU BERBASIS COMMUNITY
DEVELOPMENT
Drs. Ginda. Harahap. M.Ag[1]
Abstrak
Tulisan ini mencoba menjelaskan
tentang Strategi dakwah IKMI korwil Riau, dalam pemberdayaan masyarakat muslim.
Sebagai organisasi dakwah yang cukup besar, organisasi dakwah Islam ini telah
memberikan andil yang cukup signifikan dalam pengembangan Islam di Negeri
Melayu ini, melalui pemberdayaan ummat (masyarakat) dalam berbagai aspek, dimana salah satu
diantaranya, memberdayakan ummat melalui dakwah yang berbasis community
development.
A.
Pendahuluan
Menegakkan sebuah tata masyarakat
yang mulia, adil, elegan, berwibawa, dan bertahan di muka bumi adalah tujuan utama al-Qur’an. Al-Qur;an
menghendaki sebuah tatanan masyarakat yang
etis, terbuka, (transparan) egalitarian, jujur dan adil. Dalam konteks kemanusiaan
masyarakat di bentuk-membentuk dengan sendirinya- dengan tujuan saling
menguatkan, saling menolong dan saling menyempurnakan.
Munculnya indikasi keberagamaan
dan kesalehan sosial masyarakat akhir –akhir ini, yang ditandai
dengan meningkatnya volume
kesadaran dalam beribadah dan aktivitas rutinitas spiritual di hampir semua level masyarakat, menjamurnya
mesjid, bertambah nya minat masyarkat melaksanakan ibadah haji, semaraknya
Majelis Taklim, Majelis zikir, dan meningkatnya frekuensi siaran-siaran
keagamaan pada stasiun TV maupun Radio serta tumbuhnya institusi-institusi yang
berlabel syari’ah, sesungguhnya merupakan fenomena yang mengarah kepada
terwujudnya masyarakat ideal, dan harus
direspon dan disikapi secara positif oleh para pelaksana dakwah.
Namun disisi lain fenomena
–fenomena seperti tersebut diatas, tidak sekaligus dapat dinyatakan
mencerminkan tingkat pemahaman dan pengamalan Islam yang kualittatif. Karena
terdapat indikasi yang mengisyaratkan bahwa perilaku-perilaku yang demikian hanya menjadi lambang kesalehan sosial,
sedangkan ibadah yang dilaksanakan oleh ummat hanya sebatas melaksanakan
kewajiban dan ritualitas semata, sedangkan buah dari ibadah yang
berdimensi vertikal dan kepeduliaan sosial tidak ada, sementara ritme kehidupan
yang berdimensi hedonistik,
materialistik, dan sekularistik semakin
merajalela. Sehingga ritualitas perilaku kesalehan dalam beragama masyarakat di
atas tidak menerangkan tentang perilaku
keagamaan yang sesungguhnya dimana nilai-nilai keagamaan menjadi pertimbangan
dalam berpikir, maupun bertindak oleh
individu maupun sosial. Meminjam
ungkapan M. Ali Aziz “ada kecendrungan
agama tidak berdaya lagi dijadikan sebagai pedoman kehidupan ummat manusia.” [2]
Dengan fenomena dan kondisi
masyarakat Islam yang demikian menempatkan aktivitas dakwah pada posisi yang
signifikan, sebagai instrument yang disediakan agama untuk mengembangkan
masyarakat Islam melalui pemberdayaan pada berbagai dimensi kehidupan. Dakwah merupakan jalur pendekatan dalam membina kepribadian seseorang untuk patuh dan tunduk pada ajaran agama yang dianutnya.[3] Persoalaannya sekarang
adalah, maraknya aktivitas dakwah yang dilakukan oleh individu –individu
mublligh maupun yang dikelola oleh lembaga-lembaga dakwah, ternyata belum mampu
menahan masuknya beberapa ajaran atau pemahaman yang menyesatkan ummat, ataupun
membawa ummat kembali pada kehidupan yang di maksudkan oleh Al- Qur’an.
Mengamati persoalan ini, Dakwah
sebagai instrument yang berada di garda depan sebagai agen perubahan, dakwah
adalah proses alih nilai, yang dikembangkan dalam rangka perbaikan dan
perubahan perilaku seseorang /masyarakat. Dakwah tidak bisa hanya dilakukan
secara sporadis dan dibiarkan hanya sekedar trend,
tapi memerlukan penataan dan pendekatan
yang sistematis dan holistic guna mencapai tujuan dakwah, yang ideal yaitu perubahan.
Dan tampilan wajah dakwah Islam, harus mampu memberikan tawaran-tawaran cultural
yang produktif dan konstruktif,
serta mampu membawa kebaikan untuk semua ummat.[4]
Tuntutan dakwah dengan profil
yang demikian berhadapan dengan realitas kondisi ummat menuntut diterapkannya strategi dakwah yang
jitu, cermat dan penuh perhitungan, dan pada tatanan inilah lembaga-lembaga
dakwah menempati posisi kunci dan krusial untuk dapat berperan merancang,
menyusun, memilih strategi yang tepat untuk memberdayakan masyarakat sesuai
dengan perintah dan tuntunan Islam. Lembaga dakwah sebagai sebuah organisasi
memiliki perangkat-perangkat tertentu, program kerja dan sumber dana yang relative tersedia, pembagian
kerja yang teratur, kepemimpinan dan
manajemen, sumberdaya manusia, dan
tujuan yang jelas, secara logis akan
lebih mampu mendiagnosa
problema-problema yang sedang dihadapi oleh ummat, untuk kemudian menentukan bentuk strategi yang
tepat bagi pemecahan setiap permasalahan
sosial yang ditemukan dari berbagai aspeknya.
Eksistensi dan peranan dari
lembaga dakwah yang krusial seperti itu, tentu tepat diarahkan pada IKMI
(Ikatan Mesjid Indonesia) Korwil Riau di
Pekanbaru, sebagai salah satu dari beberapa lembaga dakwah yang terdapat
di Prof. Riau, IKMI sudah cukup lama aktif dan berperan dalam mengelola dan mengorganisir aktivitas
dakwah, sebagai bagian dari upaya pemberdayaan
ummat. Dengan investasi Sumber Daya Manusia (muballigh/muballighah) yang tidak
kurang dari 450 orang, tentu diprediksi lembaga ini dapat melakukan berbagai
aktivitas dakwah untuk memberdayakan masyarakat muslim Propinsi Riau dalam
berbagai aspek. Dan sebagai organisasi dakwah yang cukup besar, tentu dapat
dipahami bahwa program-program kerja
dibidang dakwah sangat luas dan signifikan.
IKMI telah melakukan kegiatan
dakwah dalam berbagai bentuk, seperti ceramah (public speaking),
pelatihan-pelatihan, pembinaan masyarakat, dan bekerjasama dengan lembaga
–lembaga lain baik pemerintah maupun lembaga dakwah lainnya melakukan
aktivitas-aktivitas dakwah ke tengah-tengah masyarakat. Dimana salah satunya
adalah IKMI secara kontinyu ikut aktif
ambil bagian dalam membantu memberdayaan ummat melalui dakwah berbasis community development, yaitu (IKMI)
sebagai Lembaga dakwah membantu
memberdayakan masyarakat, dengan melibatkan mereka secara aktif untuk dapat
mandiri termasuk dalam hal agar dapat
mengelola dan mengorganisir kegiatan dakwah yang dilakukan oleh masyarakat
sendiri.Sudah waktunya performa dakwah dirubah sesuai dengan perkembangan
masyarakat yang begitu dinamis.
Propinsi Riau yang memiliki luas,
329.867,60 Km2, terdiri dari 11 kabupaten,/kota, dan dihuni oleh
penduduk /etnis, dan agama yang sangat heterogen, jujur diakui menyimpan dan
memiliki banyak masalah-masalah sosial,
termasuk masalah sosial keagamaan yang memerlukan usaha dan perhatian
maksimal. Untuk itu dakwah berbasis community development agaknya merupakan
salah satu pilihan dan alternative dakwah saat ini, karena didasarkan pada
aspek sosiologis dan cultural yang diperediksi dapat membantu masyarakat lebih dapat mandiri dalam berbagai
aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, dan khususnya kehidupan beragama.
Disinilah titik pentingnya (urgensinya) lembaga dakwah khususnya IKMI menjadi
pusat kajian, untuk memahami eksistensi, potensi, dan strategi dakwah yang
berbasis community development, yang
dilakukan oleh IKMI sebagai salah satu metode dakwah di tengah-tengah
masyarakat di Propinsi Riau.
Untuk itu kajian ini memuat beberapa masalah inti, yaitu: bentuk strategi dakwah IKMI dalam
pemberdayaan masyarakat berbasis Community development, Aspek-aspek yang
diberdayakan melalui dakwah berbasis community development di masyarakat Muslim
Propinsi Riau, dan analisis terhadap strategi dakwah yang dilakukan.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi
yang lengkap, mendalam, dan komprehensif tentang:
- Bentuk strategi dakwah yang dilakukan oleh lembaga dakwah IKMI Korwil Riau dalam pemberdayaan masyarakat berbasis Community development.
- Aspek-aspek dalam kehidupan masyarakat yang diberdayakan oleh lembaga dakwah IKMI Korwil Riau , melalui dakwah berbasis community development.
- Analisis terhadap strategi dakwah IKMI Korwil Riau dalam pemberdayaan masyarakat yang berbasis community development.
Sedangkan temuan
penelitian ini sangat bermanfaat (berguna) antara lain :
Pertama : Bagi
lembaga-lembaga yang bergerak di bidang dakwah, khususnya yang ada di
Pekanbaru, atau yang memiliki komitmen dalam pengembangan masyarakat Islam,
penelitian ini sangat penting dan urgen, sebagai bahan masukan dalam menyusun
kebijakan-kebijakan dakwah dimasyarakat, mengingat IKMI adalah lembaga dakwah
yang cukup berpengaruh dan berpengalaman dalam pelaksanaan dakwah di berbagai
tempat dan situasi masyarakat.
Kedua :
Bagi UIN, sebagai institusi pendidikan agama yang formal, hasil penelitian ini
bermanfaat setidaknya sebagai bahan kajian untuk memahami pengembangan dan
pemberdayaan masyarakat dalam tataran praktis, terlebih lagi bagi
fakultas-fakultas agama umumnya atau fakultas dakwah pada khususnya pengetahuan
tentang strategi ini, merupakan ilmu pengetahuan yang sangat penting bagi
pengembangan ke ilmuan dakwah Islam.
B.
Makna/konsep Dakwah Islam dan pemberdayaan
Islam sebagai agama, sarat dengan
makna-makna dan ajaran yang
berhubungan dengan tujuan memaksimalkan fungsi dan kedudukan manusia
sebagai khalifah di permukaan bumi ini. Untuk mencapai tujan tersebut
diperlukan berbagai diversifikasi kegiatan, dan usaha seperti pendidikan,
pelatihan-pelatihan, aktivitas dakwah dll.
Dakwah merupakan aktivitas yang sangat penting dalam Islam. Dengan
dakwah Islam dapat tersebar dan diterima oleh manusia, serta Islam menjadi
bagian dari diri seseorang. Sebaliknya tanpa dakwah, Islam akan semakin jauh
dari masyarakat dan selanjutnya akan lenyap dari permukaan bumi.
Dakwah itu sendiri secarea defenitif
adalah, penyampaian informasi tentang ajaran Islam berupa ajakan untuk berbuat
baik, dan larangan untuk berbuat kemungkaran, nasihat, dan pesan, peringatan, pendidikan, dan
pengajaran, dengan segala sifat-sifatnya.[5] Dengan demikian pada
hakikatnya segala kegiatan yang bersifat mengajak orang lain dengan berbagai
cara, untuk mengamalkan Islam adalah aspek kegiatan dakwah, meliputi aspek
dakwah bil-lisan, (face to face) dakwah dengan tulisan, maupun dengan dalam
bentuk-bentuk kegiatan amal-amal sosial. Dakwah bertujuan untuk memperbaiki
tatanan kehidupan masyarakat. Dan akan lebih intens lagi peranan dakwah
ini, karena dakwah dalam hal ini
berfungsi menata kehidupan yang agamis menuju terwujudnya masyarakat yang harmonis sesuai dengan
kerangka masyarakat ideal dalam Islam. [6]
Secara umum, kegiatan dakwah dengan
tujuan seperti itu, didasarkan antara lain pada al-Qur’an surat; Ali Imron,
ayat 110; yang menyatakan tiga ciri sekaligus tugas pokok ummat Islam adalah:
1.
Amar ma’ruf (
mengajak kepada kebaikan).
2.
Nahi Munkar (mencegah
kemungkaran).
3.
Beriman kepada Allah
untuk landasan utama bagi segala
kegiatannya.
Kemudian dasar
kewajiban kegiatan dakwah ini, juga ditegaskan oleh Allah dalam al-Qur’an
surah, An-Nahl ayat 125: yang menyatakan bahwa:
1.
Manusia melaksanakan
dakwah untuk mengajak manusia ke jalan yang Allah.
2.
Dalam melaksanakan
Dakwah dilakukan dengan cara hikmah,
Memberi pengajaran yang baik, dan berdiskusi dengan cara yang baik pula.
3.
Dakwah merupakan
jalan kebenaran yang diridhoi oleh Allah
swt.
Beberapa faktor di atas, merupakan
dasar berpijak bagi perumusan dakwah Islam secara umum. Rumusan dakwah umum
tersebut, kemudian dihubungkan lagi oleh pakar-pakar dakwah/komunikasi Islam
dengan merumuskan dakwah Islam itu sebagai; suatu
aktivitas mengajak orang lain, secara individual maupun kelompok baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan
sebagainya, yang dilakukan secara sadar dan berencana agar supaya timbul dalam
dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap dan penghayatan serta pengamalan
terhdap ajaran Islam, tanpa adanya unsure paksaan.[7]
Dalam kaitannya dengan
pembangunan masyarakat, dakwah selalu
dikaitkan dengan konsep perubahan. Yakni usaha mengubah
situasi dari yang kurang baik kepada
yang lebih baik dan sempurna, baik perubahan itu ditujukan kepada individu maupun masyarakat. Dengan
demikian dakwah bukan sekadar usaha peningkatan pemahaman keagamaan dan pandangan hidup saja, tetapi
juga mencakup sasaran yang lebih luas,
yaitu pelaksanaan ajaran Islam secara menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan.[8]
Dengan demikian inti dari
aktivitas dakwah adalah transformasi yang
berorientasi poisitif dalam semua bidang kehidupan manusia menuju arah yang
dikehendaki oleh Islam. Dan “disinilah”
point pentingnya keterlibatan dakwah dalam pemberdayaan masyarakat.
Keterlibatan dakwah dalam pembangunan dan pemberdayaan masayarakat antara lain
dapat menjadi media atau alat yang urgen dalam menyampaikan, menyebarkan, dan
mengelola “ pesan-pesan “ keagamaan yang berdimensi pemberdayaan kepada
masyarakat. sesuai dengan kondisi
sosiologis dan psikologis masyarakat muslim Indonesia. Karena itu dakwah model
ini dapat mencakup dakwah bil-lisan, dan dakwah bil-hal. H.M. Arifin,
menyebutkan bahwa dakwah model ini dengan konsep dakwah pembangunan. [9]
Sesungguhnya telah lama disadari
bahwa usaha membangun masyarakat bukan semata-mata mengintroduksikan dan
mengimplementasikan proyek-proyek fisik atau mengucurkan dana dan subsudi,
tetapi juga gerakan mengubah dan memobilisasi lingkungan agar menjadi lebih
kondusif bagi terciptanya masyarakat
mandiri yang lepas dari pelbagai eksploitasi. Hal ini berarti kegiatan
pembangunan tidak hanya menyentuh
persoalan-persoalan ekonomi dan
tekhnologi tapi lebih dari itu adalah
persoalan harkat dan martabat manusia.[10] Lagi –lagi penjelasan di
atas ini semakin memberikan posisi dakwah yang semakin signifikan dalam usaha
pengembangan masyarakat melalui aspek pemberdayaan.
Dengan memetakan persoalan masyarakat Islam sekarang ini ,
Menurut Agus Efendi; paling tidak
terdapat tiga aspek pemberdayaan yang
mendesak untuk dilaksanakan yaitu :
1.
Pemberdayaan pada
matra ruhaniah. Menurut Agus Efendi, degradasi moral atau pergeseran nilai masyarakat Islam saat ini sedang mengguncang
kesadaran Ummat Islam.
2.
Pemberdayaan
intelektual. Dengan jelas dapat disaksikan bahwa ummat Islam
yang ada di Indonesia sudah terlalu jauh tertinggal dalam kemajuan dan
tekhnologi.
3.
Pemberdayaan ekonomi.
Masalah
kemiskinan telah demikian identik dengan masyarakat muslim Indonesia. Masih
puluhan juta masyarakat muslim Indoneisa yang masuk dalam kategori miskin.[11]
Kompleksitas
pemberdayaan masyarakat yang demikian, menunjukkan bahwa masyarakat berada
dalam lingkup masalah yang sangat variatif, dan kompleks. Untuk itu diperlukan
rencana-rencana atau langkah-langkah dakwah yang disusun benar-benar atas
pertimbangan kebutuhan masyarakat baik secara psikologis maupun sosiologis, dan
didasarkan kepada metode, paradigma, dan tehnik yang diperkirakan dapat
ditempuh dalam memecahkan
masalah-masalah pemberdayaan yang dihadapi oleh masyarakat. Rencana-rencana
inilah yang disebut dengan strategi
dakwah.
Sebuah strategi,
menurut FM. Loewenberg (1992), tentu bukan statetmen yang bersifat menggeneralisir bisa digunakan oleh siapa saja dalam menghadapi persoalan apa saja. Strategi
yang dipakai sangat ditentukan oleh tujuan apa yang hendak dicapai, serta kondisi macam apa yang tercipta. Sudah pasti
strategi yang dipakai akan berbeda pada setiap masalah yang berbeda.
Pengembangan
strategi sangat didasarkan atas
asumsi-asumsi perencanaan yang
rasional dan dibutuhkan bagi pemecahan
masalah. Seorang juru dakwah –lembaga dakwah- dapat sangat fleksibel dalam
memilih strategi, tetapi pencapaian
tujuan akan sangat ditentukan
oleh efektif dan tepatnya perencanaan
yang dibuat. Nanich Machendrawati menyebutkan,[12] Terkait dengan penyusunan
perencanaan, dan strategi dakwah yang terorganisasi dengan baik, merupakan
tugas pokok lembaga dakwah Islam. Yang dalam penelitian ini, IKMI menjadi
lembaga dakwah yang sangat menarik untuk diteliti, mengingat aktivitas lembaga
dakwah ini yang cukup intensif di tengah-tengah masyarkat. .
Karena itu
penelitian ini, merupakan kajian yang
urgen untuk dilakukan pada aktivitas IKMI Korwil Riau Pekanbaru dalam
menyusun,mengembangkan, dan melaksanakan strategi dakwah yang berbasis pada
aspek community development. Strategi
dakwah yang berbasis pada community
development pada saat ini
diperkirakan merupakan alternative yang
tepat sesuai dengan kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.
Karena pada intinya konsep community
development adalah kegiatan
pembangunan masyarakat dengan melibatkan warga setempat untuk ikut aktiv,
berinisiatif, dan bekerjasama seluruh
lapisan masyarakat.[13] Meminjam penjelasan
Sanyoto Usman, ( 2006) bahwa kegiatan membangun masyarkat sangat terkait dengan
memberdayakan masyarakat yakni mendorong masyarakat menjadi lebih aktif, dan penuh inisiatif.
IKMI Korwil Riau
Pekanbaru sebagai organisasi yang bergerak dibidang dakwah, memberdayakan
masyarakat Riau pada umumnya, khususnya pada matra rukhaniah, dengan berbagai
program –program dakwah untuk masyarakat. Penelitian ini, berusaha
mengungkapkan aspek-aspek strategi dakwah yang digunakan oleh IKMI, khususnya
strategi dakwah yang berbasis community
development, dalam usaha memberdayakan masyarakat Islam.
C.
Selintas
sejarah IKMI Korwil Riau
Secara historis keberadaan IKMI (
Ikatan Mesjid Indonesia ) Riau,
tidak dapat dilepaskan dengan eksistensi IKMI di Indonesia. IKMI sebagai organisasi Islam secara resmi
berdiri pada tanggal 26 April 1973 di
Jakarta, dengan akta notaries Babesa
Daeng Lalo. SH. No. 070, dan pendiriannya dipelopori oleh tokoh-tokoh Dewan
Dakwah Islamiyah, sebagai sayap untuk
mengembangkan dakwah Islam. Sebelum IKMI lahir sebagai organisasi yang
menghimpun masjid, sudah terdapat sebelumnya organisasi IKatan Mesjid Djakarta, (IMD) yang didirikan pada tanggal 5 Maret 1951. IMD didirikan
sebagai solusi atas keprihatinan tokoh-tokoh Islam yang melihat tidak optimalnya fungsi mesjid sebagai pusat pembinaan
masyarakat Islam.
Kondisi ini kemudian
diperparah dengan makin luasnya pengaruh PKI
ditengah-tengah masyarakat, dan sangat dominan dalam system politik dan
kebijakan orde lama, sehingga ummat semakin jauh dari nilai-nilai agama. Namun
seiring dengan terjadinya perubahan dalam system politik di Indonesia yang
ditandai dengan tumbangnya PKI, maka ummat Islam mendapat angin segar untuk bangkit kembali
merapatkan barisan dengan mendirikan Kesatuan Aksi Mesjid Seluruh Indonesia
(KAMSI). Tujuan organisasi ini adalah untuk menyelamatkan aqidah ummat dan membantu TNI memberantas dan
mengikis habis pengaruh PKI dari kehidupan masyarakat.
Namun dengan habisnya pengaruh
PKI baik secara politik maupun paham, maka KAMSI kehilangan satu tugas
pokoknya, dan tugas KAMSI yang tinggal adalah untuk tetap membina ummat dalam
melaksanakan ajaran Islam. Sejalan dengan perkembangan politik Indonesia,
Pemerintah Orde Baru di bawah
peimpinan Presiden Suharto, membuat
kebijakan membubarkan seluruh
kelompok aksi yang semua terlibat aktif
untuk melawan PKI, termasuk KAMSI. Akan tetapi karena KAMSI sangat dibutuhkan
oleh ummat, guna meneruskan tugas dakwah, maka diambillah kebijakan untuk
merubah KAMSI sebagai organisasi aksi,
menjadi Kesatuan Mesjid Seluruh
Indonesia, dan bidang tugasnya murni dakwah.
Kondisi seperti ini terus berlangsung sampai tahun 1973, dan ketika itu
muncullah kesadaran dan ke inginan yang lebih besar dan nyata, yaitu untuk
membentuk organisasi berbasis
kemasjidan dan namanya di tukar menjadi
Ikatan Masjid Indonesia atau disingkat dengan IKMI. Secara structural,
organisasi ini memiliki jaringan pusat- daerah, yaitu Dewan Pimpinan Pusat yang
terletak di Jakarta, kordinator Wilayah yang terdapat di ibukota propinsi dan
Wilayah yang ada di Kota dan Kabupaten, cabang di kecamatan.
Dalam sejarahnya untuk pertama
kali organisasi IKMI memiliki struktur kepengurusan sebagai berikut :
Anggota Komisaris:
1.
Muhammad Yunan Nasution.
2.
H. Abdullah Salim.
3.
Halidar
4.
Drs. Musby.
Ketua Umum : K.H. Taufiqurrahman.
Ketua I. : K.H. Hasan Basri.
Ketua II. : Nawawi Duski.
Penulis I (Sekretaris 1) : Syarbaini Karim.
Penulis II (Sekretaris II) : RAmlan Marjoned.
Bendahara I :
Hasanuddin Dt. Rajoangek
Bendahara II : Muhamad Arsyad
Parinduri.
Bendahara III :
Drs. H. Mughi.
Berdirinya IKMI di
Jakarta tidak secara otomatis langsung IKMI didaerah berdiri. Dalam sejarahnya
ditemukan bahwa sebelum IKMI berdiri di Riau, gerakan dakwah ummat Islam
satu-satunya juga dipelopori oleh
KAMSI sebagai organisasi aksi yang turut
berperan serta menumpas gerakan PKI, maupun KAMSI yang berperan sebagai
organisasi dakwah yang menghimpun masjid dan menggiatkan dakwah melalui masjid. KAMSI yang kedua
ini berdiri di Riau pada tahun 1971 yang
dipimpin oleh Ketua H. Bakri Sulaiman, dan sekretaris AS TAhar Dt. Pangka Marajo. Tahun 1972 KAMSI ini dipimpin oleh Dr. Rasanuddin
sebagai Ketua, sedangkan sekretaris dijabat oleh Basiruddin Kimin. Dan pada
tahun 1974 dipimpin oleh ketua K. H. Khalil Alie dan Sekretaris H. St. Zulmani
Mampai.
IKMI di Riau
didirikan, setelah IKMI pusat memberikan mandate pada kepada lima orang ulama
Riau yaitu : H.Abdullah Hasan, K.H. Kholil Alie, Hasan Umar, Arifin Zainuddin, dan H. Makmur
untuk membentuk IKMI di Riau.Namun pelaksanaan mandate yang diberikan oleh
pengurus IKMI pusat tersebut tidak dapat dilaksanakan dan dijalankan selama kurang lebih 3 tahun,
disebabkan beberapa alasan yaitu :
Pertama: di Riau sebelum IKMI didirikan sudah ada lembaga dakwah seperti KAMSI dimana tujuan organisasi dakwah ini sama
dengan tujuan IKMI yang akan didirikan.
Kedua
: Orang-orang yang di beri mandate untuk membentuk IKMI adalah juga orang –orang
KAMSI.
Ketiga
: Pengurus KAMSI yang ada pada waktu
itu belum mau secara sukarela menyerahkan tongkat estafet pimpinan kepada
tokoh-tokoh yang diberi mandat. Dan
berkat kegigihan dan keikhlasan dan
perjuangan yang terus menerus dilakukan, maka pada tanggal 4 Desember 1975,
pengurus KAMSI mengundang seluruh pengurus dan anggotanya untuk menghadiri pertemuan di Mesjid
Al-Irsyad Jl. H. Agus Salim Pekanbaru.
Pertemuan ini sangat historis karena berhasil melahirkan kesepakatan untuk membentuk susunan pengurus
IKMI Korwil Riau, sekaligus membubarkan KAMSI Riau dan bermetamorfosis menjadi organisasi IKMI, pada tanggal 10
Desember 1975. Hasil pertemuan itu mendapat pengesahan dari DPP IKMI melalui
SK. Nomor : 40 /A/ IKMI/ XII/1975. Kepengurusan priode transisi ini adalah lima
orang ulama yang diberi mandat sebelumnya.
Sebagai organisasi dakwah kehadiran IKMI di Riau tidaklah berjalan
mulus sebagaimana diharapkan. Hal
tersebut terjadi karena realitas politik
kadang-kadang sangat mempengaruhi eksistensi suatu lembaga dakwah Islam. Pemerintahan Orde Baru terkenal refresif terhadap organisasi yang berbasis ke Islaman.
Seluruh kegiatan ke Islaman di waspadai, di awasi, bahkan beberapa tokohnya di
tangkap. Banyak ulama dan muballigh yang di penjara karena isi ceramah dan
khutbahnya seringkali berseberangan dengan kebijakan politik Orde Baru pada
waktu itu. Ditambah lagi dengan kuatnya pengaruh Golkar, dalam segala organisasi kemasyarakatan, maka
keberadaan IKMI yang independent dan
tidak bisa dimanfaatkan oleh kepentingan
politik Golkar akhirnya juga terkena
imbasnya. IKMI Riau yang sejak didirikan
oleh ulama Riau yang kebanyakan
berlatar belakang Masyumi, dirasa perlu untuk di awasi dan di waspadai serta di
tandingi. Hal itulah yang menyebabkan Golkar mendirikan Majelis Dakwah Islamiyah (MDI) sehingga para muballigh terpecah dalam dua
organisasi dakwah Islam yaitu IKMI dan MDI, yang dulunya mereka bergabung dalam
satu organisasi yaitu KAMSI.
Seiring dengan perubahan peta dan system politik di Indonesia, pandangan
terhadap dakwah Islam juga berubah. Kalau dulu
terjadi persaingan antara lembaga dakwah, dan pemerintah memandang
negative lembaga dakwah Islam, terutama yang tidak sejalan dengan kebijakan
pemerintah, namun kini yang terjadi
adalah sinergi. Saat ini perhatian
pemerintah dengan IKMI sangat signifikan, termasuk pemerintah
daerah sangat mendorong dan memperhatikan dakwah Islam, khususnya di
Propinsi Riau, sehingga keberadaan IKMI mulai dirasakan urgensinya.
D.
Perkembangan
Keanggotaan IKMI Korwil Riau
1.
Keanggotaan
Mesjid/ Musholla.
Pada masa-masa awal
berdirinya, seluruh mesjid /.musholla
yang sudah dibina oleh KAMSI secara otomatis langsung dikordinir oleh IKMI. Namun karena
perkembangan situasi politik pada masa orde baru, banyak mesjid/musholla yang akhirnya keluar dari keanggotaan IKMI dan bergabung dengan MDI. Banyak
tekanan baik secara politik, mental yang
dihadapi oleh pengurus masjid agar mereka keluar dari IKMI dan bergabung dengan
organisasi dakwah yang lain yang disetujui oleh pemerintah.
Namun karena sikap
independensi yang dipegang teguh oleh
IKMI seiring dengan berjalannya waktu, lama kelamaan justru semakin
menambah kepercayaan masyarakat kepada IKMI sebagai lembaga
pelaksana dakwah Islam. Perkembangan masjid dan musholla yang menjadi anggota
IKMI Korwil Riau selalu mengalami
kondisi naik turun, sejalan dengan perkembangan politik yang ada di Negara
Indonesia ini. Berikut gambaran data mesjid dan musholla menurut periode
perkembangannya.
TABEL
: Perkembangan Mesjid dan Musholla menurut
Priode
1975- 2004
N0
|
PRIODE
|
Jml. MESJID
|
Jml. MUSHOLLA
|
1
|
1975- 1979
|
60
|
61
|
2
|
1980 – 1983
|
58
|
90
|
3
|
1985 – 1989
|
105
|
78
|
4
|
1990 – 1994
|
164
|
102
|
5
|
1995 -1999
|
258
|
124
|
6
|
2000 – 2004
|
309
|
180
|
Dalam tabel tersebut, perkembangan
jumlah mesjid dan musholla yang menjadi anggota IKMI terus berkembang dari
tahun pertama sejak IKMI didirikan
sampai 2004, jumlah mesjid mencapai 309 buah dan jumlah musholla mencapai
180 buah.
Sampai
tahun 2010 menurut buku Jadwal Khutbah pertriwulan ditemukan jumlah mesjid yang
terdaftar di IKMI sebanyak 431 buah mesjid, dan menurut buku Jadwal Ceramah
Ramadhan untuk 2010 ditemukan sebanyak 199 buah Musholla
yang terdaftar dan dimasuki oleh Muballigh IKMI.
2. Keanggotaan
Muballigh/ah.
Keanggotaan
muballigh/ah setiap priode cenderung meningkat. Hal ini sejalan dengan
partumbuhan dan perkembangan mesjid, untuk menjadi anggota IKMI juga meningkat.
Dilihat dari
perspektif operasionalnya, keaktifan muballigh IKMI dapat dilihat dari dua
aspek. Pertama : muballigh yang benar-benar aktif baik pada bulan Ramadhan maupun di luar bulan
Ramadhan. Kedua terdapat muballigh yang aktif hanya pada bulan Ramadhan saja,
sementara diluar Ramadhan tidak aktif.
Saat ini atau untuk
tahun 2010 perkembangan muballigh/ah IKMI
telah mencapai jumlah, 369 orang yang aktif di dalam bulan Ramdhan dan
diluar Ramadhan. Sementara jika di
gabungkan dengan muballigh/ah yang aktif dalam Ramadhan saja, maka jumlah
muballigh IKMI mencapai 630 orang. Hal ini menurut buku jadwal ceramah IKMI
priode tahun 2010.
E.
Strategi
Dakwah IKMI Berbasis Community Development
Secara
tertulis, tidak ditemukan kata “strategi”
dalam dokumen perencanaan dakwah IKMI, baik jangka panjang maupun menengah,
demikian juga dengan rumusan operasional
kegiatan dakwah. Akan tetapi jika dipahami dari program kerja IKMI korwil Riau priode 2004-2009, memiliki dimensi strategi
secara umum antara lain rumusan program kerja telah dibuat dalam dua
kategori yakni; program jangka panjang dan program jangka pendek.
Dan
dari program jangka pendek IKMI Korwil Riau untuk 2004-2009, terdapat satu
point (butir) memiliki kaitannya
langsung dengan Program dakwah berbasis community development, yakni:
“Melaksanakan pelatihan kader muballigh dan pelatihan manajemen mesjid /musholla dan pelatihan
instruktur pesantren kilat sekali dalam empat bulan.”
Untuk
dapat merealisasikan program jangka pendek di atas, dalam operasionalnya
pengurus melakukan strategi dakwah :
a.
Melakukan observasi
lapangan tentang kondisi masyarakat, termasuk melakukan pendekatan dan
kerjasama dengan pemerintah daerah, untuk tahun 2004-2009 dilakukan dengan
pemerintah daerah Kampar, Rokan Hulu, Siak, Indragiri Hulu, dan tentu saja
Pemkot Pekanbaru, dan lembaga-lembaga dakwah yang ada untuk
melaksanakan berbagai kegiatan dakwah.
b.
Melakukan kajian dan
menetapkan tentang bentuk dan jenis
dakwah yang dibutuhkan oleh masyarakat yang diamati misalnya apakah dalam
bentuk kaderisasi, ceramah, bantuan-bantuan sosial, dll.
F.
Bentuk
–bentuk program dakwah berbasis communiti
development
Dari beberapa bentuk dakwah yang dilakukan oleh
IKMI Korwil Riau dapat diinventarisir bentuk –bentuk dakwah yang dilakukan yang
berbasis community development yaitu :
a.
Melakukan kaderisasi,
Imam,Khatib, dan Ustaz. Di masyarakat muslim di desa-desa terpencil. Kegiatan
ini dilaksanakan dengan dua pola : (1) Pengurus IKMI dan Muballigh datang ke
desa-desa melakukan kaderisasi. (2) Calon-calon Kader didatangkan ke IKMI untuk
dilatih secara bertahap. Kedua-duanya atas biaya IKMI Korwil Riau.
b.
Pembinaan anak-anak
dan remaja-remaja melalui pesantren
kilat, dengan materi PNDK (Penanaman Nilai Dasar Ke Islaman). Kegiatan ini
biasanya dilakukan di daerah-daerah yang berpeluang besar terhadap kegiatan
Kristenisasi, seperti di daerah Dalu-dalu, Rokan Hulu, Belilas di Inhu, dll.
c.
Pelatihan dan
perbaikan, pembinaan manajemen Masjid
dan Musholla. Bagi pengurus-pengurus Masjid, Kegiatan ini dilakukan di
desa-desa yang telah diobservasi dan
ditetapkan sebelumnya. Pelatihan ini dilakukan setiap 6 (enam ) bulan sekali,
selama 2004-2009 dilakukan di Kabupaten Kampar, Rokan Hulu, Siak, dan Indragiri
Hulu.
d.
Pembinaan muallaf.
Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk pembelajaran agama Islam, baik berupa
akidah, ibadah dan mu’amalah.
e.
Latihan Aplikasi
Dakwah Berprogram (LADB).
Setelah dianalisis dari beberapa kegiatan dakwah
berbasis community development yang dilakukan oleh IKMI, dapat dijelaskan bahwa
:
Pertama : aktivitas dakwah yang berbasis pada community
development hanya terbatas pemberdayaan
masyarakat pada bidang (matra) ruhaniah. Artinya pada aspek pengembangan pemahaman
kehidupan beragama, belum menyentuh terhadap dua bidang pemberdayaan lainnya,
seperti pemberdayaan intelektual dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dari
aspek Sumber Daya Manusia IKMI sebenarnya sangat potensial melakukan dakwah
dengan dua bentuk pemberdayaan lainnya,
karena muballigh/mubllighah memiliki latar belakang pendidikan yang sangat
variatif.
Kedua : Dari aspek strategi dakwah yang telah
dilakukan, sebenarnya masih dapat dikembangkan lebih intensif lagi. Yaitu :
- Setelah observasi dilakukan, kemudian dilakukan penetapan bentuk dakwah yang dibutuhkan oleh masyarakat, perlu dilanjutkan lagi dengan menyusun pedoman kebijakan dalam melaksanakan dakwah, yang lebih rinci dan detail, misalnya perencanaan tentang tujuan, sasaran, metode yang digunakan, dan hasil capaian yang dinginkan oleh kegiatan tersebut.
- Perlu dibuat jenis instrument evaluasi, yang dapat mengukur keberhasilan sebuah program (kegiatan) yang telah dilakukan, sehingga diperoleh feed back dari aktivitas dakwah yang dilakukan, hal ini penting dilakukan untuk menentukan langkah dakwah berikutnya terhadap masyarakat yang bersangkutan. Karena selama ini belum pernah sebuah kegiatan dakwah IKMI dievaluasi secara obyektif, kecuali dengan pengamatan-pengamatan minimal.
G.
Penutup
IKMI Korwil Riau, sebagai organisasi dakwah
Islam, sejak didirikan pada tahun 1975, telah mengembangkan dakwah Islam dalam
berbagai bentuk sesuai dengan bentuk dakwah dalam Islam. Salah satu hal penting dalam pelaksanaan dakwah lembaga ini, adalah
ternyata IKMI juga telah melaksanakan
dakwah berbasis community development. IKMI mengembangan strategi berdakwah
dengan memanfaatkan potensi dan memberikan skill kepada masyarakat untuk
mengembangkan dirinya dalam aspek kehidupan keagamaan. Pelaksanaan dakwah seperti ini telah
dilakukan di seluruh propinsi Riau, dan dengan
sasaran lapisan masyarakat yang berbeda-beda, seperti remaja, anak-anak,
dan orang dewasa.
Berdasarkan pada temuan dan hasil analisa terhadap
strategi dakwah IKMI dalam Pemberdayaan masyarakat muslim berbasis community
development, maka perlua direkomendasikan beberapa hal yaitu :
a.
Kepada para pengurus
IKMI Korwil Riau, disarankan untuk membuat kebijakan dan perencanaan dakwah
yang lebih terprogram, rinci, dan memuat, langkah-langkah aplikasi dakwah serta
memiliki tujuan yang jelas sehingga dapat dievaluasi dan diukur
keberhasilannya.
b.
Memperluas aspek
garapan (bidang dan bentuk) dakwah dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat
muslim khususnya dakwah yang berbasis community development, dan tidak
membatasi pada matra rukhahiah. Karena IKMI memiliki sumber Daya Manusia (
muballigh ) dari berbagai disiplin keilmuan yang berbeda-beda, yang merupakan asset
penting dalam melaksanakan kegiatan pemberdayaan masayarakat.
c.
Kepada pemerintah,
masyarakat muslim, yang memiliki keperdulian tentang persoalan ummat Islam,
agar membantu IKMI dalam pelalksanaan dakwah, baik pendanaan, fasilitas dan prasarana.
Daftar
Pustaka
Abdullah
Syihata, Dakwah Islamiyah, Depag, RI,
Jakarta, 1986.
Bachtiar
Wardi, Metodologi penelitian ilmu dakwah,
logos, Jakarta, 1997
Dewan redaksi, Jurnal risalah, edisi, IX Oktober 2003, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Suska
Riau.
Dewan Redaksi Dakwah ( Jurnal kajian Dakwah
dan Komunikasi,) ISSN 1411-2779, vol. IX. N0.1, Juni 2007, Fakultas Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, UIN Jakarta.
H.M.
Arifin. Psikologi Dakwah, suatu
pengantar, Bumi Aksara, Jakarta, 1991.
Hartini, G. Kartasaputra, Kamus sosiologi dan Kependudukan, Bumi
Aksara, Jakarta, 1992
Husni Thamrin, at.al, Peta Dakwah Kota Pekanbaru, kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman,
Balitbang MUI, Pekanbaru, 2005.
-------at.al,
Fenomena, Proceding penelitian, Lembaga
penelitian dan pengembangan, UIN Suska Pekanbaru, 2007.
H.M.
Arifin, M.Ed, Prof. Psikologi Dakwah,
Suatu pengantar. Bumi Aksara,
Jakarta,
Hendro Puspito, OC. Sosiologi Agama, Jakarta: Kanisius, cet.11, 1994.
Moh.
Ali Aziz. Ilmu Dakwah, edisi I,
Prenada Media, Jakarta, 2004.
M. Ja’far Puteh, (ed), Dakwah tekstual dan kontekstual, Pustaka pelajar, Yogyakarta, 2001.
Nanih Machendrawati, at.al, Pengembangan Masyarakat Islam, dari ideology strategi sampai tradisi, Rosda Karya, Bandung, 2001.
Sanyoto Usman, Pembangunan
dan Pemberdayaan masyarkat, cet.IV, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006
[1] Ginda Harahap, adalah Dosen Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Suska Riau.
[2] Moh. Ali Aziz. Ilmu Dakwah, edisi I, Prenada Media,
Jakarta, 2004, hlm. v
[3] Husni
Thamrin, at.al, Peta Dakwah Kota
Pekanbaru, kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, Balitbang MUI,
Pekanbaru, 2005, hlm. 3.
[4] Op.cit, hlm. vi.
[5] Ibid, hlm. 10.
[6] Ibid, hlm. 37
[7] H.M. Arifin. Psikologi Dakwah, suatu pengantar, Bumi
Aksara, Jakarta, 1991, hlm. 6
[8] M. Ja’far Puteh,
(ed), Dakwah tekstual dan kontekstual,
Pustaka pelajar, Yogyakarta, 2001, hlm.4-5
[9] H.M. Arifin. Op.cit. hlm. 7
[10] Sanyoto Usman, Pembangunan dan Pemberdayaan masyarkat,
cet.IV, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006,hlm. v.
[11] Nanih
Machendrawati, at.al, Pengembangan
Masyarakat Islam, dari ideology strategi sampai tradisi, Rosda Karya, Bandung, 2001, hlm.44-45.
[12] Ibid, hlm. 97.
[13] Hartini, G.
Kartasaputra, Kamus sosiologi dan
Kependudukan, Bumi Aksara, Jakarta, 1992, hlm 64